Pengalaman Menjadi Relawan di MIWF 2019
Sudah sebulan lebih MIWF berlalu, tetapi saya merasa bahwa saya perlu untuk mengupload tulisan ini sebagai salah satu pengalaman luar biasa dalam hidup saya.
This experience was one of the events that make me change significantly to manage my rubbish. So, here we are …
PRA-MIWF
Pada h-10 kegiatan MIWF 2019 berlangsung, diselenggarakan pertemuan volunteer selama 3 hari (16–29 Juli) dalam rangka pembekalan materi dan pertemuan masing-masing tim dengan koordinatornya. Saya bekerja di tim Taman Rasa yang bertugas untuk mengawasi dan mengendalikan kegiatan jual beli para tenants dari awal hingga akhir acara berlangsung. Berhubung MIWF 2019 telah dipromosikan sebagai Festival Zero Waste dan sumber sampah terbesar adalah para tenant, maka kami dari tim Taman Rasa mengambil tanggung jawab terbesar dalam pengelolaan limbah pengunjung dan tenant MIWF 2019.
Tanggal 19 Juli 2019, saya tidak tahu apa-apa mengenai Zero Waste. Wawasan saya betul-betul ‘zero’ untuk sesuatu yang ternyata sedang di gembor-gemborkan oleh para pemerhati lingkungan di dunia. Untungnya, hari itu pertemuan antar volunteer di selenggarakan dan koordinator kami menjelaskan hal-hal dasar mengenai zero waste.
Hari itu, kami merancang system zero waste yang akan kami terapkan dalam kegiatan kami selama 4 hari. Awalnya, hal yang paling pertama ingin saya cari tahu adalah denah pusat kegiatan dan kegiatan apa saja yang diselenggarakan di tempat tersebut, tetapi hingga akhir diskusi, entah saya yang terlalu ragu untuk bersosialisasi atau karena tidak ada waktu untuk bertanya terkait hal tersebut, saya tidak jadi mempertanyakan hal tersebut.
Kesimpulan yang kami dapatkan saat hari pertama diskusi sebagai sebuah tim:
1. Menempatkan 4 tempat sampah di 5 titik efisien (terbagi menjadi 4 pilahan tempat sampah)
2. Mencari tempat sampah yang cocok
a. Awalnya kami berniat untuk bikin kerangka tempat sampah dari besi di bengkel las dimana kerangka terebut muat untuk karung.
b. Karung digunakan sebagai trash bag yang memudahkan penggantian tempat sampah apabila tempat sampah telah penuh.
3. Meletakkan 5 dispenser untuk refill air bagi pengunjung yang membawa tumblr bottle dari rumah.
4. Mencari penjual galon terdekat dari lokasi kegiatan MIWF 2019
Singkatnya pada hari kedua dan ketiga, kami kembali mendiskusikan mengenai tempat sampah yang akan kami gunakan saat kegiatan berlangsung. Kami mengelompokkan tempat sampah menjadi 5 golongan, yaitu plastik, kertas, foodwaste, kaleng/kaca, dan rokok. Opsi yang kami dapatkan untuk tempat sampah adalah menggunakan ember bekas cat yang berbentuk silinder, keranjang, serta rangka tempat sampah dari besi atau kayu.
Pada hari ketiga kami mengecek harga pembuatan sebuah rangka tempat sampah pada sebuah bengkel les. Kami mendapatkan harga sekitar 1,5 juta untuk 5 pasang rangka tempat sampah dengan hanya 3 kategori tempat sampah. Setalah berkomunikasi dengan koordinator kami via aplikasi messenger, tim kami harus berpikir berkali-kali untuk membuat tempat sampah tersebut karena biaya yang dikeluarkan cukup besar.
Hari selanjutnya, kami mencari alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai tempat sampah. Kami mencoba mendatangi penjual tempat sampah dari drum bekas, tetapi harga yang mereka tawarkan lebih besar dibanding harga rangka tempat sampah di bengkel las.
Beberapa hari kemudian, koordinator kami mengabarkan bahwa mereka telah menemukan alternatif untuk tempat sampah yaitu keranjang dari bambu, akan tetapi ukuran tingginya hanya sekitar 30 cm sehingga tidak terlalu efektif untuk menopang karung yang tingginya 1 meter.
Sekitar H-3 sebelum MIWF berlangsung, akhirnya tim kebersihan mengkonfirmasi hanya akan menggunakan tempat sampah dari keranjang bambu yang tingginya hanya sekitar 30 cm. Kekurangan keranjang tersebut adalah tidak mampu menopang karung sehingga karung yang digunakan untuk tempat sampah kadang tertutup dan terlipat, sehingga pengunjung merasa malas untuk memilah sampahnya.
H-1 MIWF, kami datang ke lokasi untuk mengabsen tenant yang sedang loading barang. Kami mencatat daftar inventaris mereka untuk mengetahui jenis sampah yang akan mereka hasilkan dan sebagai bentuk pengawasan kami terhadap barang-barang para tenants. Kami juga mengecek tempat sampah yang telah tersedia di lokasi MIWF. Permasalahan berikutnya adalah tempat sampah tersebut berdiri sendiri (tunggal), sehingga sangat rawan untuk pengunjung untuk langsung membuang sampahnya di satu tempat tanpa memilahnya terlebih dahulu. Kami berusaha menempelkan keterangan di tempat sampah tunggal tersebut seperti paper made, plastik, cans or glasesses, tetapi hal tersebut kurang di perhatikan oleh pengunjung sehingga mereka tetap saja membuang sampah, tanpa memilah terlebih dahulu.
MIWF
Hari pertama MIWF, kami meletakkan keranjang-keranjang yang telah kami beli di tempat-tempat yang menurut kami strategis. Kami memutuskan meletakkan tempat sampat tersebut di dekat dinding sehingga kami dapat menempelkan label tempat sampah tersebut di dinding.
Hingga pukul 12 siang, tempat sampah kami belum terisi banyak karena pengunjung belum ramai berdatangan. Memasuki pukul 3 sore, kami mulai mengecek pemilahan sampah di setiap tempat sampah. Kami menemukan bahwa pengunjung hampir tidak peduli sama sekali untuk memilah sampah mereka dan langsung membuang sampah makanan mereka tanpa mereka pilah terlebih dahulu. Hingga akhir acara (sekitar pukul 10 malam), kami sadar bahwa pengunjung belum teredukasi mengenai pemilhan sampah, sehingga pada akhir acara, kami harus memilah sampah hingga pukul 12 malam, ditambah lagi, kami menyisakan beberapa karung karena kami telah kelelahan sebagai tim zero waste.
Hari kedua dan ketiga pun demikian. Selain pengunjung, ada beberapa tenants yang langsung menggabungkan sampah mereka tanpa memilah terlebih dahulu, membuat kami harus bekerja ekstra untuk memilah sampah. Kegiatan kami di siang hari adalah melakukan ecobrick, menyegel plastik dari pengunjung dan tenants pada hari pertama dalam wadah botol plastik sehingga dapat dimanfaatkan kembali menjadi material padat dan keras untuk bahan bangunan dan furniture. Sore hari, kami memilah sampah dan mengganti karung sampah yang sudah penuh dengan karung baru. Selain itu, kami juga menjajal sisa-sisa rokok pengunjung yang mereka buang begitu saja karena residu dari rokok sangat berbahaya bagi tanah. Kami menggunakan tusuk sate dan karung menjajal puntung rokok. Puncak kegiatan pemilahan sampah kami adalah saat pengunjung satu persatu meninggalkan lokasi kegiatan saat acara telah selesai. Kami terus-terusan memilah sampah dari pengunjung dan tenants yang kurang teredukasi sehingga kami selalu pulang larut malam.
Hari terakhir MIWF, tentunya pengunjung yang datang lebih ramai lagi. Kami harus bekerja ekstra, kegiatan kami selalu sama setiap harinya. Akan tetapi, berhubung hari terakhir adalah puncak acara seklaigus puncak datangnya pengunjung, kami terus bekerja memilah sampah hingga pukul 2 subuh, dan masih menyisakan puluhan karung sampah yang harus kami pilah lagi.
Pasca MIWF
H+1 setelah MIWF, kami kembali memilah sampah yang belum terpilah. Kami menyelesaikan tugas pemilahan sampah kami pukul 5 sore, dan mengirim sampah kami ke tempat kami akan membuat kompos dan mengolah limbah plastik kami.
Awalnya, kami berpikir bahwa kami harus memisah foodwaste dan paper made items karena ekspektasi awal kami mengenai sampah kertas adalah majalah/koran-koran. Akan tetapi, paper made items dipenehui oleh paper cup dan paper glass yang digunkaan para tenants sebagai wadah produk mereka, menggantikan plastik single-use, sehingga akhirnya kami menyatukan paper made item dan foodwaste (dalam kategori organic) untuk dijadikan sebagai pupuk kompos.
Adapun sampah plastik, kami masih harus mencucinya terlebih dahulu. Kesalahan lain yang kami lakukan dalam zero waste management adalah menyatukan plastik basah dan plastik kering, padahal plastik kering sangat mudah untuk kita olah karena mereka bisa langsung kita segel ke dalam ecobrick tanpa harus kita cuci kering terlebih dahulu. Plastik basah (baik karena berair maupun karena masih ada sisa makanan yang lengket pada plastik tersebut) harus dicuci bersih terlebih dahulu, kemudian di keringkan untuk dapat di daur ulang kembali.
Untuk punting rokok, kami memisahkan antara kertas dan filter rokok yang berwarna kekuningan. Unutk kertas rokok itu sendiri, kami satukan ke limbah organic dan filter rokok itu kami segel dalam botol plastik dan menjadikannya ecocigarette. Yang terakhir adalah sampah kaleng dan kaca yang akan kami daur ulang sebagai kerajinan agar kembali memiliki nilai jual.
Dampak Menjadi Tim Zero Waste ke Kehidupan Saya
Setelah beberapa hari bergelut langsung dengan limbah MIWF, saya menyesali perbuatan saya selama beberapa tahun belakangan yang hanya membuang sampah pada tempatnya dan tidak memperhatikan kemana semua sampah-sampah saya akan berakhir. Saya akhirnya menyadari bahwa sampah yang saya buang selama beberapa tahun belakangan akan berakhir ke TPA yang kemudian akan mencemari lingkungan dan menjadi mudharat bagi makhluk hidup lainnya di muka bumi.
Saya kemudian berusaha sebisa memungkin menempatkan totebag/goodiebag di saku jaket, tas, dan bagasi motor, agar dapat meminimalisir penggunaan plastik kresek. Selain itu, saya juga meminimalisir untuk membungkus makanan dan lebih memilih dine-in agar meminimalisir penggunaan plastik wadah makanan. Tak lupa, setiap keluar rumah saya selalu membawa tumblr agar tidak menggunakan botol/gelas plastik ketika saya kehausan.
Di lingkungan rumah, saya menjelaskan pentingnya memilah sampah kepada Ibu dan Kakak saya, sehingga sampah dirumah saya diolah sendiri. Ibu saya kini membuang sisa-sisa bahan makanan kedalam wadah kompos yang kami buat sendiri dari ember bekas cat dirumah. Selain itu, kami juga menyegel plastik-plastik yang kami gunakan selama ini kedalam ecobrick.
Fin
Untuk menjadi seseorang yang zero waste dibutuhkan 2 hal yang amat penting. Ilmu dan Kepedulian. Ilmu agar kita mengetahui cara mengolah sampah yang kita hasilkan. Kepedulian untuk menjaga satu-satunya tempat kita bernaung, Bumi.
-Done-
Zero Waste Mistake by my Opinion :
1. Setelah hari pertama hingga h-1 kegiatan, saya kurang mencari tahu mengenai bagaimana yang dimaksud dengan zero waste event. Sehingga, saat kegiatan berlangsung, saya baru belajar cara memilah sampah . Untungnya di tim zero waste, ada komunitas yang mau saling berbagi pengetahuannya tentang cara memilah sampah (dari Makassar Ecobrick dan Zero Waste Makassar).
2. Keputusan untuk membeli keranjang sampah dari bambu seharga 1,2 juta sedangkan untuk membuat rangka dari tempat sampah hanya membutuhkan dana kurang dari 2 juta tetapi lebih praktis digunakan pada saat kegiatan dan juga dapat digunakan secara terus menerus.
3. Tidak memisahkan sampah plastik basah dan sampah plastik kering sehingga ketika mereka tercampur, kami masih harus untuk mencuci sampah plastik tersebut untuk di daur ulang kembali.
4. Tidak mengedukasi para penjaga tenants dengan baik mengenai pentingnya pemilahan sampah sehingga kami harus bekerja ekstra untuk memilah sampah para tenatns.
5. Kurang mengedukasi pengunjung tentang pentingnya pemilahan sampah.
6. Membiarkan tenants menggunakan paper-made items yang single-use.
Solusi
1. Mencari tahu tentang zero waste.
2. Bergerak lebih cepat agar dapat se-segara mungkin mengambil keputusan.
3. Memisahkan sampah plastik basah dan kering.
4. Mengedukasi penjaga tenants tentang pemilahan sampah (edukasi ke penjaga tenants, bukan bos mereka).
5. Mengedukasi pengunjung dengan cara :
a. Membuat spanduk besar mengenai apa itu zero waste dan pemilahan sampah dan meletakkannya di tempat strategis.
b. Menginformasikan melalui poster-poster yang diletakkan di meja makan.
c. Memantau tempat sampah dan mengedukasi pengunjung yang akan membuang sampah.
6. Mengganti paper-made items dengan wadah yang lebih eco friendly :
a. Untuk paper-plate dapat diganti dengan piring rotan beralaskan daun pisang (jangan gunakan kertas cokelat yang mengandung lapisan plastik).
b. Untuk paper-glass dapat diganti dengan gelas kaca atau gelas PP (segitiga 5).
TIPS AND TRIK untuk menjadi pahlawan dengan kekuatan super Zero Waste
1. Selalu taruh goodiebag/totebag disaku jaket/celana atau tempat yang sering kita bawa bepergian.
2. Membawa tumblr setiap keluar rumah.
3. Tidak membungkus makanan (prioritaskan makan di tempat).
4. Melihat keadaan sekitar tempat makan, apakah minumannya menggunakan sedotan plastik atau tidak. Kalau iya, sampaikan di tempat memesan untuk tidak menggunakan sedotan pada pesanan milik kita.
5. Mengolah sampah rumah tangga.
And thats all about this event. Kalau ada yang tertarik cerita dengan saya, silakan hubungi via instagram di : https://instagram.com/fakhry.m_